Penjelasan Ilmiah Mengenai Deja Vu, Ilusi Memori Yang Menggambarkan Pengalaman Seperti Pernah Terjadi Sebelumnya

Mei 19, 2025

JASAPAKETAQIQAH.COM – Deja vu adalah suatu fenomena psikologis di mana seseorang merasakan seolah-olah telah mengalami atau menyaksikan suatu kejadian sebelumnya, padahal itu adalah pengalaman pertamanya. Fenomena ini cukup sering terjadi, dengan sekitar dua dari tiga orang melaporkan pernah mengalaminya setidaknya sekali dalam hidup mereka.

Dr. Akira O’Connor, seorang dosen senior dari School of Psychology and Neuroscience di University of St Andrews, Skotlandia, menjelaskan bahwa deja vu adalah fenomena yang sangat menarik.

“Yang membuat orang tertarik adalah ketika ingatanmu memberi tahu satu hal, tetapi kamu merasa dan menyusun bagian-bagian tertentu bahwa apa yang ingatanmu sampaikan itu tidak benar,” ujar Akira saat diwawancarai oleh BBC pada Rabu, 14 Mei 2025.

Selama lebih dari seratus tahun, para ahli telah mengemukakan berbagai teori untuk menjelaskan penyebab dari fenomena ini. Sejak istilah deja vu muncul pada tahun 1870-an, fenomena ini telah dikaitkan dengan berbagai ide mulai dari hal-hal paranormal, supranatural, sampai isu tentang waktu dan neuron di otak.

Meskipun hingga kini tidak ada jawaban definitif mengenai penyebab deja vu, ada sejumlah teori yang kemungkinan berhubungan. Akira menyampaikan bahwa fenomena ini mungkin berkaitan dengan area tertentu di otak.

Contohnya, bagian otak yang dikenal sebagai lobus temporal medial, yang terletak di dekat area pipi dan telinga, berfungsi dalam pembentukan memori dan menciptakan perasaan seolah mengingat sesuatu.

“Juga ada bagian lain di bagian depan kepala, yaitu korteks frontal, yang terhubung dengan apa yang kami sebut sebagai kognisi tingkat tinggi. Ini mencakup aspek seperti penalaran, pengambilan keputusan, serta verifikasi fakta,” tambahnya.

Deja vu mungkin terjadi karena ada gangguan di lobus temporal medial yang menimbulkan sensasi memori yang kita sebut sebagai perasaan akrab. Otak kemudian menjadi terlalu aktif dan mulai memberikan sinyal bahwa suatu tempat, peristiwa, atau situasi terasa sudah pernah dialami sebelumnya.

Sensasi ini selanjutnya diproses oleh korteks frontal, di mana otak akan menganalisis kemungkinan bahwa situasi tersebut benar-benar pernah dialami.

Setelah tahap pemeriksaan, fakta menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin tidak pernah terjadi. Korteks frontal kemudian mengirim sinyal bahwa sensasi tersebut adalah kesalahan, dan siklus deja vu pun berakhir.

“Orang mulai melaporkan pengalaman deja vu sekitar usia 5 tahun. Dari usia tersebut, frekuensi pengalaman ini akan meningkat hingga awal sampai pertengahan usia 20-an, ketika fenomena ini mencapai puncaknya. Setelah itu, frekuensinya akan menurun saat memasuki usia paruh baya,” imbuhnya.

Baca Juga : Jarang Diketahui, Ini Dia Kelebihan dan Sumber Alami “Vitamin” P

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *