JASAPAKETAQIQAH.COM – Penggunaan obat pereda nyeri dalam jangka panjang bisa berisiko merusak ginjal. Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi risiko ini?
Profesor Zullies Ikawati, Guru Besar Farmasi di Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa penggunaan obat pereda nyeri boleh dilakukan asalkan dengan bijak.
“Yang penting adalah obat anti-nyeri harus digunakan hanya bila diperlukan untuk nyeri akut. Untuk nyeri kronis, gunakan sesuai aturan dan dosisnya,” jelas Prof Zullies saat dihubungi detikcom pada Jumat (18/4/2025).
Prof Zullies mengingatkan bahwa masyarakat harus memperhatikan aturan penggunaan yang tertera pada kemasan obat pereda nyeri. Jika nyeri terus berlanjut, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter agar mendapat perawatan yang lebih efektif.
Ada dua jenis obat pereda nyeri yang sering digunakan: paracetamol dan NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) seperti ibuprofen, diclofenac, dan naproxen. Paracetamol umumnya digunakan untuk meredakan nyeri dan demam, namun tidak memiliki efek anti-inflamasi sekuat NSAID.
Jika dikonsumsi berlebihan, kedua jenis obat ini dapat meningkatkan risiko masalah ginjal, meski paracetamol memiliki risiko yang lebih rendah. Konsumsi paracetamol dalam dosis tinggi dan jangka panjang juga dapat meningkatkan risiko kerusakan hati.
Sementara itu, efek samping dari NSAID juga bisa mempengaruhi lambung, menyebabkan gastritis, tukak lambung, atau perdarahan saluran cerna.
“Dalam dosis yang dianjurkan dan tidak melebihi batas, risikonya relatif rendah,” tambahnya.
“Prinsipnya adalah gunakan dosis paling rendah yang efektif dalam durasi sesingkat mungkin,” tutup Prof Zullies.
Baca Juga : Kebiasaan Harian yang Merusak Ginjal: Perhatian pada Risiko Cuci Darah di Usia Muda