JASAPAKETAQIQAH.COM – Saraf kejepit dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia atau pekerjaan. Mulai dari ibu rumah tangga, pekerja kantoran, atlet, hingga mereka yang rutin menggulirkan layar ponsel berisiko mengalaminya. Hal ini terjadi karena saraf kejepit tidak muncul secara instan, sering kali dipicu oleh kebiasaan atau akibat benturan kecil yang cenderung diabaikan.
Saraf kejepit biasanya muncul ketika terjadi perubahan pada struktur tulang. Menurut dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, kondisi ini berawal dari penyempitan ruang pada ruas tulang belakang.
Tidak Terjadi Dalam Waktu Singkat
Dr. Irca menjelaskan bahwa ada dua penyebab utama saraf kejepit: trauma mendadak dan proses jangka panjang. Trauma mendadak biasanya diakibatkan oleh kecelakaan atau aktivitas berat seperti olahraga dengan dampak tinggi. Contohnya, jatuh terduduk atau salah posisi saat mengangkat beban berat.
Perubahan struktur tulang terjadi ketika tubuh tidak siap menanggung beban besar atau posisinya salah selama aktivitas fisik. Namun, ada juga kasus yang gejalanya muncul jauh setelah penyebab terjadi, bahkan bertahun-tahun kemudian. Misalnya, seseorang yang pernah jatuh dari pohon saat masih kecil mungkin baru merasakan saraf kejepit ketika dewasa, seperti di bagian pinggang hingga bokong setelah mengangkat beban berat. Setelah melakukan pemeriksaan X-ray, diketahui hal ini akibat benturan lama.
Pola Duduk Lama dan Risiko Saraf Kejepit
Duduk terlalu lama atau kebiasaan tengkurap sambil bermain ponsel memang tidak serta-merta menyebabkan saraf kejepit. Tetapi, jika dilakukan dalam waktu yang konsisten selama berbulan-bulan dengan postur tubuh yang tidak tepat, struktur tulang dapat berubah perlahan. Posisi duduk salah yang dilakukan terus-menerus dapat menyempitkan jarak antar tulang belakang, apalagi jika ada riwayat trauma sebelumnya.
Selain itu, dr. Irca juga mengingatkan pentingnya mengevaluasi riwayat keluarga. Faktor genetik seperti skoliosis dapat meningkatkan risiko saraf kejepit tanpa disadari.
Gejala Awal yang Sering Diremehkan
Gejala saraf kejepit bervariasi, antara lain pegal, nyeri, kesemutan, mati rasa, hingga sensasi seperti tersetrum. Yang membedakannya dari pegal biasa adalah sifatnya yang cenderung terus-menerus pada area tertentu meski sudah beristirahat atau dipijat.
Menurut dr. Irca, banyak orang cenderung mengabaikan gejala ringan ini karena dianggap sepele. Padahal, rasa nyeri berkala di area yang sama bisa menjadi tanda awal penjepitan saraf yang perlu segera ditangani untuk mencegah dampak lebih parah.
Dampak Buruk: Kelumpuhan Lokal
Saraf di sepanjang tulang belakang bertugas menjalankan fungsi tubuh, mulai dari gerakan hingga indera peraba. Jika saraf ini terjepit parah dan dibiarkan tanpa penanganan, dapat menyebabkan kerusakan permanen, bahkan kelumpuhan lokal. Kerusakan pada saraf juga bisa menyebabkan hilangnya sensitivitas terhadap luka, hingga tidak merasakan sakit meski tertusuk benda tajam.
Sebagai contoh, jika saraf L3 yang bertugas mengatur paha terjepit, otot pada paha berisiko mengecil dan fungsinya menurun drastis. Dalam kondisi terburuk, kelumpuhan bisa terjadi pada area tubuh yang terkait dengan saraf tersebut.
Proses Pemulihan Butuh Waktu
Berbeda dengan luka pada kulit, proses pemulihan saraf membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun bukan berarti kondisi ini tidak bisa diatasi. Untuk kasus ringan, terapi berupa peregangan otot biasanya cukup efektif. Namun pada kasus berat, dibutuhkan rangkaian terapi intensif dan bertahap untuk memulihkan kondisi secara menyeluruh.
Dr. Irca menekankan bahwa terapi tak hanya bertujuan menghilangkan rasa nyeri tetapi juga memperbaiki sumber masalahnya. Setelah jarak antar tulang kembali normal, rasa nyeri pun akan hilang. Sayangnya, banyak pasien menghentikan terapi begitu gejala mulai membaik sedikit. Padahal, terapi harus dilanjutkan hingga tuntas untuk memastikan struktur tulang kembali seperti semula dan mencegah gejala kambuh di kemudian hari.
Baca Juga : Khasiat Daun Insulin untuk Kesehatan: Bantu Kontrol Gula Darah dan Lebih Sehat Alami